Teori Perbedaan

Ini tidak seperti kita akan membahas tentang Teori Relativitas atau The Big Bang Theory dan sejenisnya, bukan. Ini cuma teori asal-asala...

Teori Perbedaan
Ini tidak seperti kita akan membahas tentang Teori Relativitas atau The Big Bang Theory dan sejenisnya, bukan. Ini cuma teori asal-asalan hasil pengamatan dan analisa ala sentilan sentilun yang saya lakukan.

Saya memang orang yang senang mengamati apapun, baik orang, lingkungan, cara berpikir, gaya hidup, apa saja lah. Kemudian saya mulai menganalisa dan membuat suatu hipotesa sendiri. Ingat ya, hipotesa, artinya adalah dugaan sementara. Tentu saja, karena saya memang tidak pernah melakukan penelitian. You know lah, terlalu banyak variabel yang harus dikendalikan dalam sebuah penelitian terutama yang berhubungan dengan manusia. Aiiishh, jangan-jangan saya berbakat jadi pengamat sosial. Hahaha.. abaikan!

Meski begitu, saya jadi menemukan banyak hal melalui hobi pengamatan saya. Misalnya, tentu Anda tidak asing lagi dengan istilah 'Kehidupan itu hanyalah sawang-sinawang', atau 'Rumput tetangga selalu tampak lebih hijau'. Saya percaya kita semua meyakininya, tapi lebih dikuatkan lagi dengan hobi pengamatan asal-asalan ini. Saya mengenal empat orang pria yang bersahabat. Orang pertama : berkecukupan, istri cantik, dengan dua anak perempuan (Sementara semua orang merasa lengkap jika telah memiliki anak perempuan dan laki-laki). Orang kedua : Pasangan suami isteri yang sama-sama polisi, bahagia, namun belum di karuniai anak. Orang ketiga : Pegawai negeri, tanpa masalah keuangan dengan dua anak laki-laki. Sedangkan orang keempat : Pekerjaan tetap, dengan dua anak laki-laki dan perempuan (yang jaraknya tidak sampai setahun), tapi belum siap secara mental. See? Tak ada hidup yang sempurna. Ini bahkan hanya dilihat dari sudut pandang kelengkapan anak saja, bayangkan ada berapa banyak hal lagi yang bisa kita bandingkan! Meski kita sering kali iri terhadap kehidupan orang lain, tapi percayalah, saat kita benar-benar menjalaninya belum tentu kita bahagia.

Back to topic! Setelah melakukan pengamatan dan pengalaman, Teori Perbedaan saya kurang lebih begini
"Kita akan dapat membedakan sesuatu jika kita memahaminya dan kita bisa memahami sesuatu karena kita menyukainya."
atau secara sistematis : SUKA --> PAHAM --> TAHU BEDANYA. Anda bisa mencoba menerapkannya dalam berbagai macam aspek. Berikut beberapa contoh nyata berdasar pengalaman saya :
  • Saya sangat suka dengan Pempek. Karena saya begitu menyukainya, saya jadi tahu mana pempek yang enak dan mana yang tidak enak. Hal serupa berlaku pada Kepiting, yang juga makanan favorit saya. Jika ada orang bertanya dimana pempek atau kepiting yang enak, saya akan menjawabnya dengan pemaparan yang panjang lebar. Pempek A terasa tengirinya, tapi terlalu keras; Pempek B empuk dan pas teksturnya, tapi proporsi tengirinya lebih sedikit dari pempek A. Atau, kepiting di warung A kecil, tapi bumbunya mantap karena begini. Kepiting di warung B besar, tapi saat memasak terlalu banyak saus. Kepiting yang paling pas adalah di warung C, karena ukurannya sedang, bumbunya merasuk, dan cangkangnya sudah dihancurkan. Yah, penjelasan semacam itu lah. Saya bisa menjelaskan secara detil karena saya memang menyukainya.
  • Lain lagi saat ditanya, ikan bakar mana yang paling enak? atau, ikan bakar di warung ini bagaimana rasanya? Pasti jawaban saya adalah "Bagi saya sama saja, toh rasa ikan bakar ya begitu-begitu juga." Hehe... Itu karena saya doyan ikan bakar, tapi tidak se-ekstrim Kepiting atau Pempek. ^_^
  • Pasangan dan Anak-anak. Semua orang pasti mencintai pasangan dan putra putrinya (Harap evaluasi diri Anda jika berkata Tidak), kecuali ada alasan-alasan tertentu seperti KDRT ya! Karena saya menyayangi pasangan maupun anak-anak, saya jadi paham saat ada yang berbeda pada diri mereka. Saya tahu perbedaan raut wajah, cara berbicara, gesture tubuh, tingkah laku, sehingga hampir tidak mungkin saya tidak tahu saat mereka sedang risau akan sesuatu, sedang sakit ataupun berbohong (meski mereka tidak mengatakannya), dari perbedaan-perbedaan itu. Mungkin Anda juga mengalaminya, kenapa bisa begitu? Karena kita mencintai mereka, tak ada alasan lain.
  • Saya menyukai profesi saya, tapi tidak dengan pekerjaan. Apa Anda melihat bedanya? Saya senang dengan ilmu-ilmu yang saya dapat dari masa kuliah, terkadang saya masih membaca jurnal-jurnal yang berkaitan dengan kefarmasian. Sedangkan pekerjaan? Honestly, semua yang saya lakukan ternyata tidak membutuhkan ilmu-ilmu itu. Jadi, tujuan saya bekerja adalah untuk berbuat kebaikan, baik terhadap orang-orang yang berhubungan dengan pekerjaan saya, maupun terhadap uang yang saya peroleh dari bekerja. Tapiiiiii... saya jadi tidak peka kapan si bos sedang nggak mood, kapan sedang ingin ngobrol, kapan mau marah, kapan lagi happy. Sungguh, saya tidak tahu! Itu karena saya tidak terlalu menyukai tugas-tugas yang saya kerjakan, sehingga membuat saya bersikap tak peduli. Hehehe... Mungkin ada baiknya bersikap cuek. Tapi jujur, saya terkadang merasa buruk juga. Kalau kata orang yang profesional, saya ini kurang punya integritas dalam pekerjaan. Makanya saya juga punya banyak pekerjaan lain untuk memberikan integritas saya. Wkwkwk
Sepele sekali kan, analisa Teori Perbedaan saya? Pasti Anda semua juga sering mengalaminya dan mulai manggut-manggut saat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Mungkin banyak juga dari Anda yang akan mengatakan, "Yah, cuma begini aja kan aku juga mengalami.." atau "Ya pasti gitu lah, semua orang juga tau!". Itu betul, tapi tidak semua orang mau memikirkannya, bukan? Jadi, untuk memahami sesuatu, kita harus menyukainya terlebih dahulu. Baru kita bisa menjawab jika ditanya, temukan tiga titik perbedaan dalam diri saya! Hehehe..

Salam Hangat,

Related

Omong Kosong 6861057708368252343

Post a Comment

Hai, saya Nurul.
Terima kasih telah berkunjung dan berkomentar pada artikel ini. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup.
Salam hangat.

emo-but-icon

item