Menjadi Pemimpin di Kehidupan Anak-Anak Kita

Menjadi Pemimpin di Kehidupan Anak-Anak Kita Menjadi Pemimpin di Kehidupan Anak-Anak Kita.  Ayahku adalah pemimpinku. Ibuku adalah pemi...

Menjadi Pemimpin di Kehidupan Anak-Anak Kita
Menjadi Pemimpin di Kehidupan Anak-Anak Kita
Menjadi Pemimpin di Kehidupan Anak-Anak Kita. Ayahku adalah pemimpinku. Ibuku adalah pemimpinku. Ayah dan ibuku adalah para pemimpin di dalam hidupku. Demikianlah harapan anak-anak kita. Mereka selalu berharap ada yang membimbing hidup mereka. Mungkin mereka tidak pernah mengajukan permintaan sebagai makmum. Juga tidak pernah meminta kita secara lisan sebagai imam. Tapi, sejak lahir di muka bumi ini, mereka telah ditakdirkan oleh Allah swt. berada dalam tanggung jawab kita. Mereka tidak bisa memilih siapa yang menjadi bapak ibu mereka. Kitalah yang dipilih oleh Allah swt. mengasuh, membesarkan dan mengarahkan hidup mereka. Secara fitrah orang tua memegang amanah kepemimpinan bagi anak-anak mereka.

Inilah yang saya pahami. Ini pula yang mudah-mudahan Anda pahami. Tidak hanya panggilan alam, peran sebagai pemimpin adalah amanah syar’i sebagaimana termaktub secara abadi di dalam hadits mutafaqun ‘alayh berikut,
“Seorang laki-laki adalah pemimpin di keluarganya dan dia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Setiap wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan dia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya.” (Muhammad SAW)

Kesadaran bahwa kita, orang tua, sebagai pemimpin bagi kehidupan anak-anak sangat penting dalam proses pendidikan mereka. Abai dengan peran ini membuat fungsi kepemimpinan diambil alih oleh lingkungan, teman, bacaan, tontonan, gadget atau apa saja yang ada di sekitar mereka. Kekuatan-kekuatan ini berlomba menjadi pemimpin bagi jiwa dan kehidupan anak-anak kita. Berebut men-tuning pribadi mereka. Dan anak-anak tanpa sadar memposisikan diri sebagai makmum mereka. Bila itu terjadi, maka pribadi anak-anak akan berkembang di luar harapan orang tua. Mereka menjadi anak lingkungan yang tumbuh laksana tanaman liar. Celakanya, lingkungan tempat tumbuh kembang anak-anak telah tercemari oleh banyak racun : racun kapitalisme, sekulerisme, hedonisme, materialisme dan banyak lagi isme-isme rusak yang lain.

Lalu bagaimana cara menjalankan fungsi kepemimpinan bagi anak-anak kita? Izinkan saya meminjam istilah-istilah yang dipakai Stephen Covey di dalam bukunya The 8th Habit. Sebagai kerangka penjelasan bagaimana menjalankan konsep kepemimpinan orang tua.

Untuk menjalankan fungsi kepemimpinan, maka orang tua paling tidak harus mampu menjalankan 4 fungsi elementer seperti, pathfinder (pemandu jalan), empowering (pemberdayaan), alignment (penyatuan) dan role model (suri teladan).

1. Fungsi pertama sebagai pemandu jalan (pathfinder)
Orang tua, terutama ayah, wajib berperan sebagai pemandu jalan dalam kehidupan anak-anak mereka. Menunjukkan arah perjalanan hidup yang akan dilalui anak-anak mereka. Membimbing mereka agar hidup dengan visi yang benar dan besar. Membimbing mereka bagaimana meraih kedua visi tersebut.

Sekarang bayangkan kita dan keluarga sedang berada di tengah hutan belantara yang terlihat indah namun penuh ketidakpastian. Apakah layak bila orang tua menikmati keindahan hutan, sementara anak-anak dibiarkan bermain tanpa arah? Umumnya orang tua selalu memantau dan waspada. Memastikan anak-anak bermain di daerah yang aman. Kalau perlu orang tua menunjukkan dimana mereka harus bermain. Bukannya membebaskan berkeliaran mengikuti terbangnya burung jalak atau mengejar kelinci masuk ke dalam hutan. Secara naluriah orang tua akan menahan anak-anak menuju tempat yang berbahaya. Mencegah mereka memasuki wilayah yang tidak bisa dipastikan keamanannya.  Orang tua selalu menginginkan daerah teraman untuk bermain anak-anak mereka.

Begitu pula dengan kehidupan ini. Orang tua harusnya memastikan bahwa jalan hidup anak-anak mereka berada dalam track yang benar. Membimbing dan menumbuhkan visi hidup buah hati dalam kehidupan masa depan. Sebagaimana standar The MODEL, maka ada dua macam visi yang musti di-tuning pada anak-anak. Pertama adalah visi akhirat (true vision) dan yang kedua adalah visi dunia (big vision).

Orang tua tidak akan membiarkan anak-anaknya hidup tanpa arah (visi) atau menuju arah yang salah. Anak-anak harus dipastikan sedang menuju pintu kesuksesan, sukses dunia dan akhirat sekaligus. Sebagaimana do’a kita,
“Ya Allah, berikanlah kepada Kami kebaikan di dunia, berikan pula kebaikan di akhirat dan lindungilah Kami dari siksa neraka.” (TQS. Al-Baqarah: 201).

2. Fungsi kedua adalah pemberdayaan (empowering). 
Orang tua harus men-tuning anak-anak dengan kualitas pendidikan yang terbaik. Bayangkan buah hati kita sebagai anak raja yang biasanya mendapatkan pendidikan terbaik. Anak raja bukanlah anak rakyat kebanyakan. Mereka dipersiapkan untuk menjadi pribadi sempurna. Disiapkan untuk memegang tampuk kepemimpinan berikutnya. 

Oleh karena itu, anak-anak kita musti mendapatkan pendidikan yang mampu menumbuhkan potensi maksimal mereka. Mampu membangun kecerdasan beragam yang mereka miliki. Mampu menanamkan visi akhirat dan visi dunia sekaligus. Mampu membimbing bagaimana meraih dua visi tersebut. Mampu menyiapkan anak-anak agar siap menggenggam singgasana dunia. Terakhir, mampu menumbuhkan jiwa kontributif dalam membangun peradaban.

Pemberdayaan pada buah hati berarti memastikan mereka memiliki modal untuk sukses dan kontributif. Lalu modal apa yang dibutuhkan?  Di dunia pendidikan dikenal dua macam kompetensi yang menjadi bekal dalam menjalani kesuksesan. Yang pertama adalah hardskill dan yang kedua adalah softskill. Hardskill adalah kompetensi akademik atau kemampuan teknis. Misalnya, penguasaan pelajaran sekolah atau keterampilan komputer, bahasa, pertukangan, memasak dan lain-lain. Sementara, softskill adalah kemampuan dalam mengelola diri serta interaksi dengan orang lain. Contoh softskill adalah manajemen waktu, mengatasi emosi, komunikasi dengan orang lain, memimpin dan lain-lain. Nah, memberdayakan anak-anak berarti memberi bekal hardskill dan softskill ini sekaligus.

Disamping hardskill dan softskill, orang tua juga harus memastikan anak-anak hidup berdasarkan good values. Good values yang dimaksud di sini adalah Islam. Hardskill, softskill dan good values adalah modal bagi mereka dalam meraih visi akhirat dan visi dunia. Penguasaan tiga hal ini merupakan inti pemberdayaan anak-anak kita.

3. Fungsi yang ketiga adalah penyatuan kekuatan (alignment)
Orang tua haruslah memahami segala sumber daya yang ada di dalam keluarga. Harus kreatif membangun atmosfir keluarga yang sinergis. Menyatukan sumber daya tadi demi mewujudkan tujuan bersama. Tujuan utama dan pertama adalah meraih visi akhirat. Mendapatkan surga terbaik di yaumil akhir. Tujuan berikutnya adalah mewujudkan visi dunia setiap anggota keluarga, termasuk visi anak-anak di masa depan. 

Orang tua harus bisa melihat segala potensi yang dimiliki keluarga agar bisa saling melengkapi. Harus melihat segala kesempatan dalam membangun sinergi. Dalam sinergi, satu ditambah satu tidak sama dengan dua. Sinergi itu ketika kita mampu menambah satu kekuatan dengan satu kekuatan sehingga menjadi seratus, seribu, sejuta bahkan tak terhingga kekuatan.


Misalnya, berikan amanah pada kakak untuk membacakan buku bagi adik-adiknya. Membacakan sirah Nabawiah atau hadits-hadits terkait akhirat. Ini tidak hanya membuat adik menjadi paham tentang agama, tapi juga membangun kepercayaan diri pada sang kakak. Bila adik sudah cukup besar maka bisa pula membacakan sirah, hadits, ayat Qur’an atau pelajaran lain bagi sang kakak. 

Kakak juga bisa diminta memeriksa pekerjaan rumah adik, sementara adik diminta membantu keperluan kakaknya. Sinergi juga bisa dibentuk melalui saling menasehati dengan baik untuk kebaikan. Pemberdayaan potensi anak-anak kemudian diikuti dengan penyatuan potensi mereka dalam sebuah kehidupan yang sinergis akan memudahkan pencapaian visi bersama.

4. Fungsi keempat adalah menjadi tauladan (role model)
Tauladan yang baik (uswatun hasanah) adalah inti sari dari setiap kepemimpinan. Tanpa keteladan, ucapan baik orang tua hanya berakhir sia-sia. Apa yang dilakukan berbicara lebih keras dibandingkan apa yang terucap. Mata dan telinga anak selalu tertuju pada orang tuanya. Merekam aktifitas orang tua sehari-hari. Kebiasaan orang tua yang diindera oleh anak akan sangat efektif men-tuning anak-anak. Oleh sebab itu, orang tua harus menjadi contoh hidup dari segala nilai baik yang diceramahkan. Orang tua harus menjadi pelaku dari segala kebaikan yang diajarkan. Allah swt. menjaga dengan mewajibkan setiap orang, termasuk orang tua, agar merealisir satunya kata dengan perbuatan.

“Wahai orang-orang yang beriman, kenapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (TQS. As-Shaff: 2-3)
Jadi, tidak salah bila kita sebagai orang tua mengingat kembali pepatah bijak dari Naomi Aldort bahwa “Mendidik anak pada dasarnya mendidik diri sendiri”.
============================

TANYA ~ JAWAB

1. Pertanyaan dari Bunda Meydina: 
Assalamualaikum Ustadz, saya ibu dari putri yang usianya menjelang 14th, saat ini menjalani pendidikan di Rumah. Beberapa hal saya sudah merasa sangat "aman", karena anak sudah tau "koridor" yang harus dipatuhi terutama untuk kewajiban kewajiban berkaitan dengan Ibadah, tetapi  dengan berkembang dan bertumbuhnya menuju Aqil Baligh, "TUGAS" menjaga Amanah ini tentunya tidak menjadi mudah, apalagi dengan suami yang hadir hanya sehari dua hari dalam sepekan. Bagaimana men"Tunning" diri, agar kami bisa menjadi pemimpin yang benar dalam mendidik putri kami hingga mengantarnya menjadi wanita sholehah yang kuat aqidahnya?


JAWABAN
Wa'alaikumslm Bunda Meydiana, Betul sekali. Tugas mendidik anak, apalagi akil baligh saat ini semakin banyak tantangan. Ada banyak kekuatan tak diundang yang turut men-tuning anak-anak kita. Misal, gadget, internet, televisi, teman, tetangga, sepupu, dll. Bila kita lengah bisa jadi tuning mereka lebih kuat.

Untuk itu kita harus pastikan bahwa tuning orang tua yang berbasis pada prinsip Islamlah yang paling berpengaruh. Untuk itu bbrp hal yg harus selalu diperhatikan:
1. Konsistenlah sebagai orang tua yang berpegang pada Islam dalam keseharian. Di sini anak akan melihat secara langsung praktek Islam.
2. Jaga suasana persahabatan dengan berdialog yang positif. Jadilah teman curhat dan ngobrol anak. Di sini kita bisa men-tuning pemahaman mereka dengan Islam.
3. Sadarkan anak kita tentang akil baligh adalah saat terpenting dalam hidup karna 'argo' pahala dan dosa sudah jalan.
4. Sampaikan kewajiban-kewajiban ketika sudah baligh.
5. Jaga 'otoritas' ayahnda di mata anak. Sampaikan kebaikan dan pengorbanan ayahnda yang berjuang untuk keluarga. Ini penting agar anak tidak kehilangan figur ayah.
6. Libatkan anak dalam dakwah.
7. Carikan teman dakwah anak kita. 
8. Dakwah adalah pertahanan terbaik melawan tuner2 liar.

Dari bunda ratna :
Berhubungan dengan jawaban untuk Bunda Mey, mungkin beberapa ibu termasuk saya kesulitan dalam mencarikan "teman dakwah" anak, karena yang memilih teman adalah anak itu sendiri, meskipun temannya sebetulnya baik-baik. Nah, bagaimana tips untuk mencarikan teman dakwah ini tadz?

Jawaban :
Mencari "teman dakwah" anak yang paling gampang adalah anak-nya "teman dakwah" bunda. Buatkan agenda bersama di antara mereka. Liqo atau halaqah bareng. Bersama-sama ikut kajian-kajian di masjid dan lain-lain. Teman dakwah yang lain dan terdekat adalah bunda-nya. Libatkan anak-anak dalam dakwah. Bila sudah siap beri mereka kesempatan untuk menyampaikan dakwah.


2. Pertanyaan dari Bunda Ratna :
Ustadz, saya mempunyai mimpi yang tinggi untuk anak-anak saya. Saya terus berusaha membangun akhlaq mereka menjadi pribadi bertaqwa, tetapi cobaan datang bahkan dari dalam rumah, dimana kadang saya dan suami diharuskan sibuk dengan pekerjaan kami, asisten rumah tangga yang berbeda karakter dan harus terus-menerus bersabar untuk memberitahu bagaimana seharusnya mengarahkan anak-anak dirumah bila saya tidak ada, dan juga karakter ibu mertua yang “unik” serta lain-lain hal. 
Bagaimana cara saya mengarahkan anak-anak agar tumbuh menjadi anak yang berjiwa tangguh dan teguh dalam ber-Islam ditengah keberagaman karakter di sekelilingnya?


JAWABAN 
Bunda Ratna, yang perlu disadari orang-orang di sekitar anak-anak kita akan berpengaruh besar dalam perkembangan kepribadian anak. Istilah yang sering saya pakai, mereka men-tuning pribadi anak-anak kita. Sebut saja, saudara, mertua, asisten rumah tangga, bahkan tetangga itu sendiri.

Coba Bunda perhatikan, anak-anak kita, apalagi yang belum dewasa, akan lebih dekat pada orang yang memenuhi keinginan-keinginan mereka. Tidak peduli keinginan itu negatif. Maka orang yang dekat dengan anak kita akan men-tuning negatif. Belum lagi sikap-sikap orang dekat yang kadang mempengaruhi jiwa anak kita seperti kepercayaan diri, kesopanan, dan lain-lain. 

Maka, kita perlu berhitung dan mencermati bagaimana pengaruh orang-orang dekat pada anak kita. Bila pengaruh negatifnya besar bahkan akan berdampak panjang, tidak ada salahnya mengambil langkah yang agak ekstrim, misal mengganti asisten rumah tangga atau pindah rumah. Bila Bunda dan suami tidak ada di rumah maka kendali tidak lagi pada bunda, tapi pada orang dekat yang ada di rumah. Itu sunatullahnya. Terutama untuk anak kita yang masih kecil.

Bila mereka sudah cukup besar, sebenarnya cukup diingatkan dengan ajaran-ajaran Islam yang menjadi pegangan hidup. Misal, anak diingatkan shalatnya. Diingatkan belajar agamanya. Diingatkan bacaan Qur'annya dan lain-lain.


Untuk mengarahkan anak-anak kita agar tumbuh menjadi anak yang tangguh dalam ber-Islam, maka pastikan bahwa kita adalah tuner terkuat di antara yang lain. Disinilah pentingnya poin-poin yang saya sampaikan menanggapi Bunda Meydiana tadi. Ditambah do'a yang harusnya selalu kita  panjatkan.

Intinya kita harus bisa memastikan bahwa tuner terkuat untuk anak-anak adalah kita. Kepercayaan dan rasa aman anak dalam berinteraksi dengan kita adalah kunci utama menjadi tuner terkuat anak-anak kita.


3. Pertanyaan dari Bunda Amalia:
Ustadz, bagaimana memimpin anak yang keras kepala? Anak kami usia 6 tahun


JAWABAN
Bunda Amalia, Saya tidak tahu yang dimaksud keras kepala itu apa. Yang kadang terjadi adalah kita menganggap anak kita bisa berpikir seperti kita. Kadang-kadang orang tua, termasuk saya kadang-kadang, memaksa anak untuk paham apa yang kita inginkan. Kita kadang alfa memahami keterbatasan mereka sebagai anak-anak.

Misalnya, kita menginginkan anak-anak kita belajar di malam hari bukannya bermain. Kita lupa bahwa usia 6 tahun akal anak belum sempurna. Dia belum bisa memahami arti penting belajar. Maka sebaiknya kita gunakan prinsip "First to understand and then to be understood". Pertama kita pahami, lalu kemudian kita akan dipahami.

Nah, inilah pentingnya kita memahami bagaimana kondisi anak kita. Dengan memahami kondisinya kita bisa mengatur strategi bagaimana bisa mengarahkan mereka.


Bunda, sedikit catatan penting. Keseharian kita sebagai orang tua adalah cara memimpin terbaik. Bisa jadi anak-anak tidak langsung bisa mengikuti kepemimpinan kita karena sunatullahnya mereka memang belum dewasa, tapi apa yang mereka saksikan pelan tapi pasti akan membekas di memori anak-anak kita. Bila sudah membekas, akan ada masanya anak-anak akan mudah mengikuti apa yang kita inginkan melalui contoh keseharian.


4. Pertanyaan dari Bunda Lani:
Ustadz, selama ini saya membiasakan agar adik yang kecil, usia 6thn  hormat dan santun pada kakak (10thn), dan kakak harus memahami bahwa dia adalah panutan bagi adik, sehingga kakak harus lebih menyadari untuk selalu berlaku baik. Namun, rupanya hal ini justru di anggap beban bagi kakak. Sebaiknya bagaimana sikap saya  dalam menanamkan peran kakak yang (harapan saya) memimpin adik?


JAWABAN
Bunda Lani, Menarik kalau mengikuti interaksi anak-anak kita. Yang kecil diajarkan hormat kepada kakak, dan yang besar diajarkan menyayangi sang adik. Ini adalah bagian dari indahnya Islam. Adapun menuntut kakak (10 tahun) untuk menjadi panutan pastinya akan menjadi beban kalau standar yang kita pakai adalah orang dewasa. Kadang kita lupa menakar standar ini. Karena sayang kita pada ananda, kita ingin mereka menjadi sesuai standar Islam yang kita pahami. Beban itu datang ketika mereka harus mengikuti standar yang seringkali belum mereka pahami reasonnya.

Jangankan anak-anak, kita orang tua saja kalau harus mengikuti standar Islam yang ideal dari ustadz kita pasti berat. Bayangkan ustadzah kita hidup satu rumah dengan kita, kemudian beliau memastikan kita harus mengikuti standar beliau. Berat bukan?


Makanya, memposisikan kakak sebagai panutan dalam kerangka latihan untuk anak kita. Cari cara bagaimana kakak bisa menikmati sebagai panutan.


5. Pertanyaan dari Ummu Zahra :
Bagaimana pandangan Ustadz, mengenai Orangtua yang pemahaman agamanya kurang, sehingga memasukkan anak ke Pondok Pesantren agar anak mendapat ilmu agama lebih baik? Tetapi akhirnya orangtua kurang berperan sebagai tuner terdekat.


JAWABAN 
Ummu Zahra, Tinggal di ukur apakah memasukkan anak ke ponpes perkembangan intelektual, emosional dan spritualnya lebih baik daripada bersama ortu? Di sinilah pentingnya memahami calon ponpes yang akan men-tuning anak kita. Pahami kurikulumnya, ustadznya, lingkungan dan lain-lain. Bisa pula mencari tahu output dari ponpes itu bagaimana. Jangan-jangan tuning negatif malah didapat dari ponpes.

Bila kita sebagai ortu merasa kurang, maka inilah momentumnya untuk belajar giat tentang Islam dan ilmu parenting. Membersamai anak-anak dalam kesungguhan untuk meningkatkan kualitas diri jauh lebih baik memasukkan anak-anak ke ponpes yang tidak begitu jelas kualitas tuningnya.

Kadang-kadang kita merasa aman dan tenang memasukkan anak-anak ke ponpes. Padahal, tidak sedikit anak-anak bermasalah juga lahir dari ponpes karena pergaulan dan kualitas pendidikan di sana. Maka dari itu, menurut hemat saya kita harus menimbang-nimbang sejelas-jelasnya sebelum memasrahkan pribadi, jiwa dan kehidupan anak di-tuning oleh ponpes.


6. Pertanyaan dari Bunda yayuk : 
Bagaimana caranya menjadi pemandu jalan, baik untuk menuju akhirat atau dunia, sedang anak sudah terkena virus-virus dari lingkungan bahkan dari orang tua yang mungkin saat dulu masih otoriter atau cendrung menggunakan kekerasan fisik.


JAWABAN
Bunda Yayuk, Kunci perubahan diri adalah pemahaman atau cara pandang. Cara pandang inilah yang menentukan bagaimana seseorang menjalani kehidupan.  Anak-anak yang terkena virus lingkungan harus segera diobati dengan:
1. Mengisolir anak dari virus itu.
2. Memastikan anak-anak memiliki cara pandang yang benar dalam menjalani hidup. 

Ada pepatah yang mengatakan, "taburlah pikiran tuailah perbuatan, taburlah perbuatan tuailah kebiasaan, taburlah kebiasaan tuailah nasib". Nah pikiran anak inilah yang harus jadi fokus. Bagaimana pikiran anak agar sehat? Beri informasi yang paling bergizi untuk pikirannya. Pikiran yang tumbuh dari gizi  pelajaran yang baik InsyaaAllah akan mampu melindungi jiwa mereka dari virus-virus lingkungan.


Bagaiman bisa memberi pelajaran bergizi? Dekati anak sedekat mungkin. Pastikanlah kita sebagai teman terbaik mereka. Tempat curhat dan meminta pelajaran.

KESIMPULAN
Bunda-Bunda HSMN yang hebat, Saya hanya ingin menggaris bawahi. Inti kepemimpinan adalah menjadi role model (teladan) bagi anak-anak kita. Memimpin artinya menunjukkan arah, memberdayakan pribadi mereka dan menyatukan segala potensi untuk mencapai arah bersama (dunia dan akhirat).


Karena berbagai kekuatan (lingkungan) juga turut berebut menjadi pemimpin bagi jiwa dan pribadi anak-anak kita, maka pastikan kita adalah tuner terkuat mereka. Tuninglah anak-anak dengan menjalani kehidupan Islam secara konsisten dalam keluarga. Tegakkan Islam pada diri kita, maka Insyaa Allah akan tegak pula pada anak-anak kita.



Resume diskusi kulwap HSMN Semarang
============================
 Hari dan tanggal : jumat, 22 jan 2016
⏰ Pukul: 20.00 - 21.30 WIB

 Pemateri : Ust. Nopriadi
 Tema "KEPEMIMPINAN ( Menjadi Pemimpin di Kehidupan Anak2 Kita)"
 Moderator 1 : Bunda Ratna Fitri
Moderator 2 : Bunda Lany Setiadi

Notulen :  Bunda Ade Hermawati
============================
PROFILE
(Nopriadi Hermani, Ph.D)

⌛ Dilahirkan di negeri seribu langgar, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Selepas lulus sekolah menengah atas (SMA) merantau ke kota pelajar, Yogyakarta. Di Kota ini menunaikan amanah orang tua untuk menjadi seorang sarjana. Tahun 1997 meraih gelar sarjana dari Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada. Beberapa tahun kemudian menyelesaikan program master di Biomedical Engineering, Nanyang Technological University, Singapura. Selanjutnya, meraih gelar Philosophy of Doctor (Ph.D.) di Tokyo Institute of Technology, Jepang, dengan spesialisasi Pattern Recognition & Machine Learning.

⌛ Sejak kuliah hingga sekarang menyenangi banyak berbagai disiplin keilmuan seperti psikologi, pengembangan diri, agama Islam, manajemen, organisasi, kepemimpinan, ilmu sosial-politik, ekonomi, sejarah, peradaban, falsafah ilmu, disamping tentu saja bidang sains & engineering.
 Saat ini hidup bersama seorang istri (Tin Rahmawati) dengan tiga anak (Shafa, Althof dan Kautsar) di Yogyakarta. Menjadi seorang pendidik (educator) adalah nafas hidupnya. Sehari-hari mengajar di Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada. Pernah mengajar di berbagai perguruan tinggi di Yogyakarta. Di samping mendidik di lembaga formal (perguruan tinggi), juga mengabdikan diri secara penuh pada pendidikan keluarga dan masyarakat.

 Profile lanjut
 Memiliki pengalaman sharing dan dakwah di berbagai tempat seperti masjid, sekolah, kampus, pesantren, radio, lembaga pemerintahan, dan perusahaan. Berbagi pengetahuan dilakukan di berbagai forum seperti kuliah umum, kajian, diskusi, training, seminar, halqah, workshop dan lain-lain. 
 Sempat sharing ilmu di berbagai kota di dalam dan luar negeri seperti Singapura, Brisbane (Australia), Mina (ArabJ Saudi), Tokyo, Kawasaki, Kawaguchi, Saitama, Yokohama, Yogyakarta, Ternate, Surabaya, Banjarmasin, Palangkaraya, Semarang, Magelang, Solo, Jakarta, Makasar, Kendari dan berbagai kota lainnya.

 Pernah berbagi ilmu & pengetahuan diantaranya di Magister Managemen (MM) UGM, Fakultas Kedokteran UGM, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Fakultas Industri Universitas Islam Indonesia, Fakultas Fisipol Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, STIEKES Guna Bangsa Yogyakarta, Sekolah Tinggi Ilmu Syariah Sentra Bisnis Islami (STIS SBI) Surabaya, Universitas Muslim Indonesia Makassar, Universitas Sebelah Maret Surakarta, Bank Muamalat Yogyakarta, BTN Syariah, RBTV Yogyakarta, Pengajian Pengusaha Rindu Syariah Yogyakarta, Forum Cinta Qur’an Jakarta, Radio Trijaya FM Yogyakarta, Radio MQFM Yogyakarta, SD/SMP Masjid Syuhada Yogyakarta, Komunitas Homeschooling Muslim Nusantara,  Pesantren As-Salam Solo, Majelis Ulama Indonesia Tasikmalaya, Perum Dosen Universitas Hasanuddin Makasar, Pengajian Ibu Sosialita Mutia Shalehah Yogyakarta, Pengajian Ibu-Ibu PT. Modukismo Yogyakarta, Pengajian Orangtua Sekolah Budi Mulya Yogyakarta, ACIKITA Tokyo, Pengajian Midori Tokyo, Sekolah Republik Indonesia Tokyo, Pengajian Kenshusei Kanagawa, Komunitas Islam Indonesia Brisbane, dan lain-lain.


The MODEL for Smart Parents
Penulis buku pengembangan diri spritual ideologis berbasis Islam yang berjudul The MODEL.
Buku yang telah masuk ke berbagai kalangan.

Dalam waktu dekat akan hadir buku The MODEL for Smart Parents sebagai aplikasi The MODEL untuk keayahbundaan. Selain itu bersama pakar yang kompeten akan dibuat buku-buku turunan dari The MODEL seperti The MODEL for CEO, The MODEL for Entrepreneur, The MODEL for Leader, The MODEL for Manager, The MODEL for Teacher, The MODEL for Teenager, The MODEL for Kids, The MODEL for Mother, The MODEL for Shalehah Woman, The MODEL in Organization dan sebagainya.

Baru-baru ini The MODEL telah melangkahkan kaki dalam dunia ilmiah dengan dipresentasikannya paper berjudul “Aplikasi The MODEL dalam level organisasi” dalam forum The 1st National Conference on Islamic Psychology (NCIP) & The 1st Inter-Islamic University Conference on Psychology (IIUCP), 27-28 Februari 2015 di Hotel Royal Ambarukmo Yogyakarta.
Lebih jauh tentang The MODEL bisa dibaca di ww.facebook.com/buku.themodel
⌛ Di akhir kehidupan berharap mati dalam keadaan syahid serta meraih surga Firdaus di yaumil hisab berkumpul dengan orang shaleh, keluarga dan orang-orang yang dicintai. Semoga Allah swt mengabulkan cita-cita ini. Aamin yaa Rabb al ‘Alamin.
Facebook: Nopriadi Hermani
Twitter: @nopriadi
email: nopriadi73@gmail.com

Related

Parenting 7483718458050373432

Post a Comment

Hai, saya Nurul.
Terima kasih telah berkunjung dan berkomentar pada artikel ini. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup.
Salam hangat.

emo-but-icon

item