Ngobrol Bareng Anak : Dari HIV/AIDS sampai Tentang Kesetiaan

Ngobrol Bareng Anak : Dari HIV/AIDS sampai Tentang Kesetiaan Beberapa waktu lalu, saya mengantar si kecil periksa di sebuah klinik deka...

Ngobrol Bareng Anak : Dari HIV/AIDS sampai Tentang Kesetiaan
Ngobrol Bareng Anak : Dari HIV/AIDS sampai Tentang Kesetiaan
Beberapa waktu lalu, saya mengantar si kecil periksa di sebuah klinik dekat rumah. Di klinik tersebut terdapat berbagai poster kesehatan yang dipajang, mulai poster tubuh manusia, diabetes melitus, gambaran tubuh perokok, hingga tentang HIV / AIDS.

Seperti biasa, si Abang membaca poster tersebut satu-persatu. Ia mulai menanyakan apa itu diabetes melitus, kenapa gula berlebih berbahaya bagi tubuh, hingga berkomentar lucu setelah melihat gambaran tubuh perokok. Menurutnya, Pak Jokowi lah yang bersalah atas banyaknya perokok di Indonesia (termasuk eyangnya sendiri), serta kebebasan penjualan rokok di toko-toko. Katanya, Presiden kan harus bertanggung jawab atas keselamatan rakyatnya, kok dibiarin aja pada ngrokok. Komentar lugu yang kalau dipikir-pikir memang ada benarnya. Hehe..

Kemudian sampailah ia pada poster tentang HIV/AIDS dan bertanya ini itu, seperti apa itu penyakit HIV/AIDS? Kenapa menular? Apa yang diserang? Dan kenapa penyakit itu berbahaya? Saya berusaha menjelaskan dengan bahasa yang sesederhana mungkin agar mudah dimengerti. Termasuk bahwa ibu hamil yang terkena HIV/AIDS bisa menularkan penyakit tersebut pada janin yang dikandungnya.

Sejenak ia puas, namun seperti ragu-ragu untuk mengajukan pertanyaan selanjutnya. Saya yang tau akan hal itu berusaha memancingnya, "Apa lagi yang pengen Abang tau?". Ia pun menjawab, "Setia pada pasangan itu apa sih? Itu lho ditulis pada pencegahan HIV/AIDS.." Hehe.. saya pun berpikir sejenak, "Hmmm.. Setia pada pasangan itu artinya kalau orang sudah menikah ya tidak boleh menikah lagi" Papar saya saat itu, berharap dapat memuaskan dia untuk saat ini.

Kemudian ia tiba-tiba tersenyum sendiri sambil menggaruk-garuk kepalanya yang jelas tidak gatal. Sepertinya masih ada yang mengganjal di benaknya. Saat saya tanyakan, si Abang justru menjawab "Nggak jadi ah, Abang malu!" Haduh, apa ini kok pakai malu segala? Setelah saya bujuk rayu kalau saya tentu akan sedih jika ia tak mau bercerita, karena artinya ia tidak mempercayai saya. Maka ia pun luluh dan menunjuk sebuah gambar di poster tersebut.

Gambarnya adalah ada sebuah kursi taman panjang yang di duduki oleh tiga orang. Seorang wanita di tengah yang diapit oleh dua pria. Kepala sang wanita bersandar pada bahu pria di samping kanannya, sementara tangan kirinya menggandeng tangan pria yang duduk di sebelah kiri. Bagaimana? Sudah tergambar bukan? Seperti penggambaran adanya perselingkuhan / ketidaksetiaan yang sering kita lihat itu.

Abang menunjuknya sambil berkata, "Gambar itu lho kok aneh banget. Masa ibunya sudah menikah mau menikah lagi sama bapaknya yang lain". Dienggg!!!! Rasanya saat itu saya ingin sekali menutup gambar itu pakai tangan! Tapi apalah daya, poster itu berada di tempat umum dan siapapun bisa membacanya. Namun saya bersyukur begitu menyadari bahwa saya telah menggunakan kata "menikah" saat menjelaskan tentang kesetiaan tadi, coba kalau yang keluar adalah istilah lain? Pacaran? Selingkuh? Aaaahhhhh... Pastilah saya telah meracuni pikiran anak saya sendiri. Hiks, beratnya jadi orang tua. Self reminder : Hati-hati menggunakan istilah saat berbicara pada anak.

Sehingga saat ia bertanya tentang gambar tersebut, saya dapat menjawab "Nah ya itu, Bang. Kalau sudah menikah masih mau mencari suami lagi, cari lagi, cari lagi. Nanti bisa kena HIV/AIDS". Kemudian serta merta ia menyimpulkan "Ooo.. Abang paham sekarang. Kalau punya suami banyak kan dosa, makanya diingetin sama Allah lewat penyakit yang nggak ada obatnya itu! Iyya kan, Bunda?" Hihihi... Saya pun mengiyakan.

Akhirnya obrolan kami (yang sambil ngantri dokter) itupun ditutup dengan celetukan Abang, " Jadi, Bunda kalau sudah menikah sama ayah, nggak boleh menikah lagi ya!" Dan saya pun spontan tertawa sambil menganggukkan kepala.

Epilog
Sepertinya saya harus menambahkan penjelasan tentang poligami dalam Islam jika sudah waktunya nanti. 

Salam Hangat,

Sumber gambar : drufgaya.com

Related

Omong Kosong 475289887958243026

Post a Comment

Hai, saya Nurul.
Terima kasih telah berkunjung dan berkomentar pada artikel ini. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup.
Salam hangat.

emo-but-icon

item