Sikap Buruk Anak = Aku Ingin Perhatian

Sikap Buruk Anak = Aku Ingin Perhatian Pernah mengalami anak kita yang biasanya penurut mendadak memberontak? Anak kita yang biasanya r...

Sikap Buruk Anak = Aku Ingin Perhatian
Sikap Buruk Anak = Aku Ingin Perhatian
Pernah mengalami anak kita yang biasanya penurut mendadak memberontak? Anak kita yang biasanya rajin mendadak mogok sekolah? Atau anak kita yang biasanya pendiam mendadak suka marah-marah? Itulah yang ingin saya sampaikan, bahwa Sikap Buruk Anak = Aku Ingin Perhatian.

Seperti quote yang saya sertakan, Anak-Anak yang paling membutuhkan CINTA akan memintanya dengan cara-cara yang paling tidak Anda sukai. Jika Anda pernah mengalami hal-hal seperti diatas, saatnya kita pause dari kesibukan dan mulai berpikir bagian mana yang salah dari cara mendidik kita. Tapi yakin saja, seburuk apapun hal yang kita hadapi pasti ada karunia dibalik itu semua, asal kita mau mengakui kesalahan dan berani mengambil keputusan beserta resikonya.

Agak mbulet ya? hehe... Sebenarnya artikel Sikap Buruk Anak = Aku Ingin Perhatian ini didasarkan pada pengalaman pribadi yang baru-baru ini saya alami. Putra sulung kami adalah anak yang aktif, mudah bergaul dan beradaptasi dimanapun ia berada, sifatnya dominan, verbal dan keras, karakter seorang pemimpin. Tiap hari si Abang berangkat sekolah dengan semangat dengan diantar suami atau saya dan pulang dengan pak becak, karena jarak sekolah dan rumah kami cukup dekat. Hal ini sudah berlangsung sejak 3 tahun lalu.

Suatu hari Abang males ke sekolah, alasannya "Jadi kakak SD pulangnya siang, ga enak!", esoknya ia ganti alasan dengan "Sekarang sholatnya tambah banyak, Abang capek..", hampir selama seminggu ia selalu beralasan dan menangis tiap akan berangkat sekolah. Lucunya, begitu sampai sekolah Abang langsung ceria dan tidak terlihat ada masalah apapun. Saya sempat bertanya pada wali kelas dan kepala sekolahnya apakah putra kami punya kendala dengan adaptasi di SD -karena ia baru 3 bulan ini masuk kelas 1 SD-, keduanya menjawab tidak ada masalah apa-apa, Abang tetap semangat di sekolah, hanya saja tiap pagi memang wajahnya murung.

Seminggu penuh perjuangan dengan rewelnya Abang tiap berangkat sekolah ternyata belum berakhir, sampai suatu ketika saat saya antar ke sekolah ia benar-benar tidak mau turun dari motor. Saya bujuk dengan berbagai cerita ia tetap tidak mau, sampai saya, wali kelas, teman-teman sekelas, kepala sekolah bergantian membujuknya pun tidak berhasil, diajak pulang abang juga menolak. Duh, saya sampai buntu sebenarnya apa maunya???

Akhirnya saya berinisiatif turun dari motor ke teras sekolah, jadi mau tidak mau Abang mengikuti saya. Ia hanya main-main dan duduk-duduk di teras. Kemudian datanglah Ibu kepala sekolah menghampiri kami,
Guru : "Abang masuk kelas yuk, nanti bunda nungguin disini kok.."
Abang : "Ga mau! Nanti kalo masuk kelas mesti bunda pergi.."
Kemudian sang Guru bertanya pada saya apakah Ayah ada dirumah? saya jawab kalau ayahnya sedang diluar kota beberapa hari. Saya mengakui bahwa kuantitas pertemuan putra kami dengan sang ayah memang kurang, jadi saya yang sepenuhnya fokus dalam hal mendidik anak-anak kami.

Kemudian Ibu Guru bercerita bahwa ada anak didiknya yang sangat temperamental, sedikit-sedikit marah, hal kecil pun temannya dimarahi, bahkan marah pada gurunya. Usut punya usut, ternyata anak tersebut sebenarnya marah pada kedua orang tuanya, ia ingin diperhatikan, ingin diantar jemput seperti teman-teman yang lain, ingin didampingi tiap ada kegiatan, namun karena terlalu takut mengungkapkan isi hatinya ia lantas memarahi semua orang. Ada lagi seorang anak yang susah berkata jujur, meski ia bilang hanya bercanda tapi sudah menjadi kebiasaan bahwa sampai hal ga penting sekalipun ia musti tidak jujur. Dan terjawablah bahwa selama ini ia merasa sering dibohongi orang tuanya.

Mendengar cerita itu saya merenung sejenak, mungkin putra kami ada perasaan mengganjal juga pada kami orang tuanya. Lalu saya coba memancingnya,
Saya : "Abang masuk kelas aja, Bunda tunggu diluar sampai pulang.."
Abang : "Bohong! Nanti mesti Bunda pergi.."
Saya : "Enggak, Bunda janji nunggu Abang disini. Hari ini Bunda ijin aja nggak ke kantor."
Abang : "Bohong! Bunda sukanya bohong!"
Cetarrrrr... bagai kesambar petir dipagi hari, mak jlebb di hati saya.. ;(
Saya : "Bohong kenapa? Apa Bunda suka bohong sama Abang?"
Abang : "Bunda dari dulu bohong! Katanya mau pensiun, nemenin Abang dirumah. Tapi besoknya kerja lagi, Bunda bohong terus!!"
Dan..... meweklah sayaaaa, Hiks, ternyata Abang begitu berharap bisa mendapatkan perhatian penuh dari saya. Saya paham, dengan keterbatasan waktu yang dimiliki dengan sang Ayah tentu ia mengharap kompensasi lebih dari saya. Saat itu saya benar-benar merasa gagal sebagai orang tua, padahal saya merasa sudah all out mencurahkan tenaga dan pikiran saya untuk anak-anak, sementara pekerjaan adalah nomor sekian. Namun kenyataannya putra kami butuh perhatian lebih dari itu.

Setelah semua uneg-uneg Abang tersampaikan, mulai dari dia berharap saya kalaupun kerja tidak pulang sore, ia ingin Bundanya bisa menjemput tiap hari dan menemani bermain di rumah setelahnya, ia ingin Ayah menelponnya jika akan pulang lambat, bahkan saat saya jelaskan kalau tidak bekerja bararti Abang harus hemat, ia dengan tegas menjawab "Nggak apa-apa, Abang ga butuh uang, nggak beli susu juga nggak papa, nggak beli roti juga nggak papa, uang Abang di ambil semua aja nggak papa!", hal-hal kecil yang sebelumnya tidak pernah kami sadari.

Singkat cerita saya lalu curhat dengan suami sambil nangis bombay dan bilang kalau saya mau resign aja, setelah beberapa hari mencari solusi, diskusi, memikirkan dengan berbagai pertimbangan bersama, akhirnya saya memutuskan keluar dari tempat kerja dan mencoba mencari tempat lain yang lebih fleksibel untuk kepentingan keluarga. Tentu dengan konsekuensi akan ada masa tenggang dimana saya harus mencari tempat praktek baru, artinya saya harus siap menganggur paling tidak untuk 1 bulan ke depan.
"Ternyata Allah memberi karunia luar biasa disaat kita siap melepasnya, kita hanya perlu memilih prioritas, apa tujuan hidup kita, membuat keputusan dan ikhlas dengan segala resiko yang akan kita hadapi."

Tuhan selalu menyiapkan karuniaNYA tepat saat kita sudah merasa pasrah dan ikhlas akan ketetapanNYA. Karena begitu saya mengajukan resign, ternyata pimpinan justru memberikan kelonggaran pada saya untuk bisa pulang lebih awal dan menjemput putra kami, serta tidak perlu kembali ke kantor setelahnya, selama saya masih bisa menyelesaikan semua kewajiban dan tugas saya. Sungguh, Maha Kuasa Allah atas segala sesuatu... Ternyata Allah memberi karunia luar biasa disaat kita siap melepasnya, kita hanya perlu memilih prioritas, apa tujuan hidup kita, membuat keputusan dan ikhlas dengan segala resiko yang akan kita hadapi. Selebihnya? Campur tangan Allah lah yang akan memutuskan.

So, Tidak ada anak nakal, tidak ada anak yang bersikap buruk tanpa alasan. Kita lah sebagai orang tua yang harus lebih peka dan mau memperbaiki kesalahan. Saya jadi bersyukur si Abang ngambek waktu itu, bersyukur ia masih mau mengungkapkan kegundahan hatinya, artinya ia masih percaya bahwa kami mau mendengar isi hatinya, bahwa kami menyayanginya. Setelah kejadian itu, tiap siang saya menjemput Abang dari sekolahnya, dan dirumah kami membuat surat perjanjian yang berisi tentang apa yang diharapkan dari masing-masing anggota keluarga beserta konsekuensinya. Ayah, Bunda, Abang semua bertanda tangan dalam perjanjian itu -kecuali Adek, karena belum bisa tanda tangan-, namun tetap masuk dalam perjanjian.

Semoga keluarga kita semua dilimpahi dengan kebahagiaan.

Salam Hangat,

Related

Tips 1386753094703559559

Post a Comment

Hai, saya Nurul.
Terima kasih telah berkunjung dan berkomentar pada artikel ini. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup.
Salam hangat.

emo-but-icon

item