Menghadapi Anak Tantrum
Sumber : id.theasianparent.com Pernahkah Mommies menghadapi anak yang sedang tantrum ? Well, saya yakin sebagian besar dari kita pernah...
https://www.parentingid.com/2015/03/menghadapi-anak-tantrum.html
Sumber : id.theasianparent.com |
Pernahkah Mommies menghadapi anak yang sedang tantrum? Well, saya yakin sebagian besar dari kita pernah mengalaminya, terutama bila putra putri kita masih balita. Tantrum atau temper tantrum adalah luapan kekesalan dan atau kemarahan. Pada dasarnya, tantrum dapat terjadi pada setiap orang berapapun usianya. Namun saat kita membicarakan soal tantrum, umumnya mengacu pada perilaku marah pada anak-anak untuk meluapkan rasa frustrasi, baik dengan berteriak, menendang, berbaring di lantai, atau bahkan beberapa anak suka menahan nafas saat tantrum, dengan harapan untuk mendapat perhatian orang tuanya.
Temperamen dan sifat dasar anak sangat mempengaruhi kebiasaan tantrum. Anak yang aktif dan ekspresif sering kali tantrum saat keinginannya tidak terpenuhi, saat sedang takut atau saat merasa panik. Sedangkan anak yang lebih pendiam umumnya hanya menangis untuk melampiaskan rasa kesalnya dan cenderung lebih mudah ditenangkan. Tantrum biasanya terjadi pada usia 2 - 3 tahun yaitu saat anak mulai membentuk kesadaran diri, namun tak jarang ada anak yang hingga usia sekolah masih sering tantrum. Kalau sudah begini lantas bagaimana? Selain karena sifat dasarnya, hal tersebut bisa disebabkan karena kesalahan orang tua dalam menghadapi anak tantrum.
Berikut beberapa pengalaman saya saat menghadapi anak tantrum yang mungkin bermanfaat :
- Jika tantrum terjadi di rumah, sebaiknya Mommies tetap bersikap tenang, lanjutkan kegiatan yang sedang Mommies kerjakan dan abaikan sampai anak bersikap lebih tenang. Kalau semakin menjadi atau sampai merusak barang-barang, lakukan time out (kalau versi saya, anak akan saya ajak ke pojok ruangan tertentu dan akan berada disana sampai bersikap lebih tenang atau sudah bisa diajak berbicara) lalu jelaskan konsekuensinya jika anak masih terus merusak atau melempar barang-barang. Biasanya saya akan berkata, "Abang kalau masih mau marah silakan berdiri / duduk di sini dulu, nanti kalau sudah selesai boleh kedepan bicara sama Bunda.". Yang terpenting adalah ucapkan dengan tegas, menjaga kontak mata, posisi sejajar, dan tunjukkan keseriusan Mommies. Setelah kemarahan anak reda, dia akan dengan sendirinya menghampiri Mommies, atau saat sudah tenang Mommies bisa menghampirinya, memeluk dan mulai berbicara baik-baik. Dengan begitu, anak bisa belajar bahwa tantrum tidak akan memberinya apa-apa dan mulai menyadari pentingnya komunikasi secara verbal.
- Bagaimana jika di tempat umum? Saya pun juga pernah mengalaminya. Suatu hari saya dan si Abang ke toko buku untuk membeli alat tulis, namun kemudian ia mulai merengek minta dibelikan mainan. Saya tegas melarang, selain karena tidak ada rencana / perjanjian akan beli mainan saat itu, ia juga sudah memiliki mainan serupa di rumah. Namun abang (yang saat itu berusia 3 tahun dan manipulatif) segera berteriak meminta mainan saat itu juga, karena sudah tidak bisa di ajak berbicara baik-baik maka saya menggendongnya menuju tempat parkir. Begitu saya mau membuka pintu mobil, ternyata Abang sudah berlari kembali masuk ke dalam toko!! Oh My GOD... saya pun mengejarnya, dan terjadilah adegan kejar-kejaran di dalam toko dimana si Abang masih sambil berteriak dan menangis. Saya tak lagi menghiraukan tatapan aneh ataupun mengiba dari orang-orang di sekeliling kami, saya hanya menanamkan 'kalau saya kalah kali ini, maka Abang akan berbuat hal yang sama di kesempatan lain' sambil mengangkat Abang yang sudah mulai tiduran di lantai sambil mencoba menendang kesegala arah. Sesampainya kami di dalam mobil, Abang masih berteriak menangis sedangkan saya tertunduk lemas di kemudi mobil sambil meneteskan air mata, 'Ya Tuhan... betapa beratnya tugas menjadi seorang ibu' batin saya saat itu. Sepanjang perjalanan saya hanya diam menenangkan diri dan berusaha agar tidak sampai marah, sedangkan Abang mulai lelah menangis dan tertidur. Begitu tiba di rumah, saya memberi pengertian pada Abang sampai kami berdua sama-sama menangis dan berpelukan.
- Karena kejadian itu, hingga kini Abang sudah paham tentang aturan time out, konsekuensi merusak barang, bahwa saya akan lebih menghargai pendapatnya saat berbicara dengan baik-baik dibanding ketika marah, dan arti ketegasan. Sekarang, tiap kami berbelanja, yang biasanya sudah kami rencanakan apa saja yang akan dibeli, ia tak lagi merengek meminta sesuatu diluar perencanaan. Terkadang Abang hanya menguji saya, berharap masih ada 'negosiasi' dengan mengatakan "Beli mainan boleh, Bunda?" dan begitu saya menoleh ia sudah menjawab sendiri "NO!" sambil tersenyum dan dilanjutkan "Abang lihat-lihat aja boleh ya, nanti kalau uang tabungan Abang udah cukup kita kesini lagi beli ya?" dan saya pun meng-iyakan.
"Tega dan Tegas akan terlihat sama bagi orang yang tidak memahami maknanya."
- Ketegasan orang tua ternyata sangat menentukan dalam pembentukan pribadi anak, saya masih nggak kebayang gimana jadinya kalau dulu saya menuruti kemauan putra saya. Pastilah hingga kini saya harus menghadapi anak SD yang suka tantrum dan manipulatif, dengan tenaga yang lebih kuat, bagaimana saya akan menenangkannya? So, jangan terlalu memikirkan pendapat orang lain, tetangga, keluarga yang mungkin mengira kita 'tega sama anak' (karena saya juga pernah dianggap begitu), tapi kitalah yang lebih tau ingin membentuk anak kita menjadi pribadi seperti apa. Tega dan Tegas akan terlihat sama bagi orang yang tidak memahami maknanya.
Jadi, tetap tegas dan konsisten ya Mommies dalam menghadapi anak tantrum yang sering kali manipulatif, kita lah yang menanam sejak dini, dan kita pula lah yang akan memetiknya di masa mendatang. Semoga bermanfaat ^_^
Salam Hangat,