Sibling Rivalry, Bullying dalam Keluarga

Sibling Rivalry, Bullying dalam Keluarga Sibling Rivalry dapat diartikan sebagai kompetisi antar saudara kandung, baik sejenis maupun berbe...

Sibling Rivalry, Bullying dalam Keluarga
Sibling Rivalry, Bullying dalam Keluarga
Sibling Rivalry dapat diartikan sebagai kompetisi antar saudara kandung, baik sejenis maupun berbeda jenis kelamin. Sibling rivalry ini diwarnai dengan rasa iri, cemburu dan persaingan untuk mendapatkan sesuatu. Tak jarang saat kecil (bahkan hingga dewasa?) kita membandingkan diri dengan saudara kandung, mulai dari penampilan fisik, kelebihan satu sama lain, kepandaian di sekolah, termasuk rasa kasih sayang dari orang tua yang dirasa berbeda. Seorang kerabat dekat yang saya kenal, bahkan pernah pergi dari rumah (kabur sejenak) karena merasa sebagai anak yang paling tidak disayang oleh kedua orang tuanya. Kabar baiknya, kini ia merasakan manfaat sikap tegas orang tua dan menyadari bahwa apa yang terjadi dulu justru merupakan wujud kasih sayang mereka kepadanya. Sehingga tak ada lagi rasa sebal, iri, atau dendam terhadap saudara yang lain. Namun tak sedikit di antara kita yang masih berada dalam lingkup persaingan antar saudara hingga dewasa dan berumah tangga.

Perundungan atau bullying adalah perilaku yang dilakukan secara sengaja untuk menyakiti orang lain, baik secara verbal, fisik maupun psikologis. Jika menilik kembali tentang pembahasan sibling rivalry sebelumnya, maka ada hal yang mungkin kita lewatkan. Yaitu perundungan yang terjadi antar saudara kandung adalah hasil dari kompetisi satu sama lain (sibling rivalry). Ngeri, ya? Kalau sudah begini, lalu salah siapa?

Menengok keterkaitan persaingan antar saudara yang menghasilkan kebiasaan perundungan dalam keluarga, pastilah ada peran orang tua yang sangat besar disana. Lalu apa yang bisa kita (orang tua) lakukan untuk mencegahnya? 

Yakinkan bahwa setiap anak istimewa di mata orang tuanya.

Teringat cerita jurnalis kondang, Najwa Shihab dalam sebuah kanal video berbagi yang saya lihat dua hari lalu. Najwa bercerita bahwa ia sudah memiliki mata minus 2,5 sejak sekolah dasar (SD). Ia menangis dan menolak ketika divonis harus memakai kacamata. Merasa culun, tidak keren, takut diejek, adalah deretan alasan yang dikemukakannya kala itu. Namun tahukah apa yang dilakukan Abinya? Sang Abi mengajak Najwa kecil ke sebuah toko kacamata di tengah kota, dan mengatakan kepada penjaga di sana, "Mbak, Najwa ini adalah anak yang paling saya sayangi. Tolong carikan dia kacamata yang terbaik kualitasnya dan termahal yang ada di toko ini, hingga ia bisa dengan bangga memakainya?". Kata-kata itu terus diingat Najwa hingga saat ini. Ia merasa disayangi, merasa istimewa, hingga tak perlu untuk bersaing dengan saudara-saudaranya yang lain.

Membuat daftar kelebihan dan kekurangan.

Sebagai seorang ibu, tentu saya juga tidak luput dari kesalahan. Meski sudah belajar untuk lebih berhati-hati dalam berucap, namun kadang kala masih terselip kata-kata membandingkan si Abang dan Adiknya, baik secara tersirat maupun tersurat. Walaupun selalu diakhiri dengan permintaan maaf, namun saya merasa harus melakukan sesuatu agar mereka tidak merasa dibanding-bandingkan hingga apalagi hingga saling berkompetisi satu sama lain. 

Saya pun mengajak kedua putera kami untuk membuat daftar personality. Jadi, kami bersama-sama membahas kelebihan dan kekurangan masing-masing anggota keluarga, untuk saya tuliskan di selembar kertas kosong. Misalnya, menurut masukan dari seluruh anggota keluarga, kelebihan si Abang adalah berjiwa pemimpin, suka tantangan, mudah bergaul. Sedangkan kekurangannya adalah takut ketinggian, sering merasa tidak peracaya diri, dst. Satu per satu kami diskusikan bersama, kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kemudian saya bacakan ulang dan ditempel. Harapannya, setiap anggota keluarga (orang tuan dan anak) paham dan bisa menerima kelebihan dan kekurangan yang ada. Terbukti hal ini bisa meminimalisir adegan verbal bullying alias ejek-mengejek antar mereka, lho! Walaupun masih muncul, "Huu.. Adek memang sensitif, dikit-dikit nangis!", lalu adeknya menjawab, "Abang juga sama aja, udah besar tapi sama ketinggian kok takut!". Nah kalau sudah begini saya langsung mengambil daftar tulisan yang ada dan saya sodorkan ke mereka, "Nih, daripada repot nyebutin satu-satu, ini malah lebih lengkap..". Yang selalu dijawab dengan tawa mereka. Hahaha...

So, kita memang harus lebih aware lagi perihal bully-membully ini. Jangan-jangan justru orang tualah yang menciptakan kebiasaan merundung dari rumah? Serem, kan.. Na'udzubillahi min dzaalik.

Related

Parenting 5307517572080358519

Post a Comment

Hai, saya Nurul.
Terima kasih telah berkunjung dan berkomentar pada artikel ini. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup.
Salam hangat.

emo-but-icon

item