Mengulik Cerita dari Si Pra Remaja
Mengulik Cerita dari Si Pra Remaja Menjadi orangtua artinya siap untuk belajar seumur hidup. Dari mulai anak lahir, mengasuh bayi, beranjak ...
https://www.parentingid.com/2021/12/mengulik-cerita-dari-si-pra-remaja.html
Mengulik Cerita dari Si Pra Remaja |
Bahkan setelah anak menikah dan memiliki keluarga kecilnya sendiri, orangtua harus terus belajar. Belajar tidak merasa memiliki, belajar untuk tidak menuntut 'balas budi', belajar untuk memaklumi, yang semua itu tidak akan pernah berhenti sampai kita kembali ke pangkuan Ilahi.
Masa peralihan dalam tumbuh kembang anak seringkali membuat kita, para orangtua merasa terkaget-kaget. Sebagaimana yang saya rasakan dalam menghadapi si sulung yang menginjak usia pra remaja.
Mengutip artikel di laman RSUP Dr. Sardjito, pra remaja adalah usia antara 10 sampai dengan 14 tahun yang merupakan peralihan dari anak-anak ke masa remaja. Karena di tahap ini perubahan hormon sangatlah berperan, maka cara pendekatan kepada si pra remaja ini pun haruslah spesial. Terlebih yang saya hadapi adalah anak laki-laki yang notabene berbeda gender.
Ketika menginjak usia pra remaja, anak mulai merasa memiliki dunianya sendiri. Olahraga bareng teman, ngerjain tugas sambil video call, nonton bioskop rame-rame, main game bareng, seolah memiliki keasyikan di bubble yang mereka ciptakan sendiri. Di sinilah PR besar kita sebagai orangtua, bagaimana kita bisa masuk ke dalam gelembung secara smooth tanpa mengoyak, atau bahkan memecahkannya. Maka otak saya pun mulai berputar..
Baca juga : Bicara Self Healing
Baru-baru ini saya merasa bahagia karena 'berhasil' menemukan trik untuk masuk ke dunia si sulung tanpa dianggap jadi emak "resek" yang selalu mau tahu! Hahaha.. So, inilah beberapa trik mengulik cerita dari si pra remaja versi saya :
1. Deep talking
Ini adalah cara paling mudah namun sekaligus paling tricky. Tidak semua pra remaja suka diajak bicara secara intim, apalagi jika hal ini tidak pernah dibiasakan sejak kecil. Mereka cenderung akan merasa aneh, tidak nyaman, atau justru merasa seperti sedang di sidang. Jadi pastikan deep talking dilakukan saat mereka sedang bahagia dan lakukan pembicaraan secara santai. Bagi saya pribadi, ini adalah momen berdua dengan pembicaraan receh namun dapat mencerminkan perasaannya saat itu. Jangan lupa ceritakan juga pengalaman yang kita alami saat seusia mereka. Hal ini membuat mereka lebih nyaman bercerita dan merasa 'I feel you'. Ketika ingin menanyakan tentang dia dan teman-teman yang mulai tertarik dengan lawan jenis, saya akan terlebih dulu menceritakan pengalaman saya masa SMP dulu. Dengan begitu, saya berharap ia merasa bahwa ibunya ini bisa relate dengan apapun yang akan ia sampaikan.
2. Permainan
Salah satu permainan favorit keluarga kami adalah UNO. Jadi melalui media inilah saya menggali tentang diri masing-masing anak. Aturan main pun kami ubah, yaitu setiap yang mendapat giliran meletakkan kartu, ia harus sambil menyebutkan fakta tentang tema yang kita ambil. Misalnya dalam permainan ini bertema Adek. Jadi setiap yang mendapat giliran harus menyebutkan fakta tentang si Adek, seperti "kecil, sensitif, perhatian, mudah tersinggung, dll" termasuk si Adek, harus bersedia menyebutkan fakta tentang dirinya sendiri. Putaran berikutnya, permainan akan mengambil tema 'Ayah' misalnya. Dilanjutkan dengan tema tempat wisata yang ingin dikunjungi, pengalaman terlucu, dan lain sebagainya. Yang tadinya UNO hanya sekedar permainan kartu, kini sekaligus menjadi ajang saling mengenal lebih dalam, mengakui kebaikan dan keburukan orang lain serta diri sendiri, sekaligus hiburan, karena banyak kata-kata lucu dan tak terduga yang muncul dalam permaianan.
3. Apresiasi
Tidak harus berupa barang, kadangkala apresiasi berupa pujian atau ucapan terima kasih juga sangatlah bermakna. Tapi berhubung si sulung kami adalah anak Sensing, maka apresiasi disertai sesuatu yang berwujud akan lebih membuatnya bahagia. Walau sekedar minuman sari kacang ijo. Hehe..
Hal ini biasanya dilakukan dalam beberapa kesempatan, yang uniknya tidak pernah berhubungan dengan pelajaran, seperti :
- Setelah saya mengomel, maka saya akan memberikan sesuatu (Minimal wafer super star, lah!) dan menyampaikan permintaan maaf secara rinci (Maaf sudah meninggikan suara, menyinggung, berbicara menyakitkan, dsb).
- Ketika si sulung mampu menahan diri untuk tidak membalas secara fisik saat bertengkar dengan sang adek. Dimana seringkali ia menangis secara sembunyi-sembunyi karena saking gemesnya dengan si adek, tapi menahan diri untuk nggak mukul atau nendang. Hiks, momen ini selalu bikin terharu, sih.
- Saat ia mampu bertanggung jawab ketika diberi amanah.
- Saat ia mau mengungkapkan perasaannya tentang suatu hal yang berat baginya. Biasanya diiringi dengan "Terima kasih, sudah mau berbagi cerita dengan Bunda", barulah dilanjutkan dengan tanggapan kita tentang persoalan itu. Yang pasti, jangan pernah menganggap remeh masalah yang di hadapi si pra remaja. Karena sekali saja kita menyepelekan, jangan harap mereka mau terbuka dan percaya dengan orangtuanya. Well, bukankah kita juga perlu sekian puluh tahun untuk bisa mengganggapnya "remeh"?
Mungkin tidak semua orangtua relate dengan apa yang ada dalam tulisan ini, namun siapa tahu bisa menjadi inspirasi untuk menggali cara pendekatan kreatif dan menyenangkan lainnya kepada si pra remaja. Semangat belajar, Parents!