Bicara Self Healing

Apa kabar hari ini? Sehat? Kondisi mental aman? Atau sebaliknya? Jujur saja, semakin ke sini, tantangan hidup yang kita hadapi semakin berke...

Bicara Self Healing

Apa kabar hari ini? Sehat? Kondisi mental aman? Atau sebaliknya? Jujur saja, semakin ke sini, tantangan hidup yang kita hadapi semakin berkelok-kelok. Kalau kata orang jawa, "Jaman wis akhir". Sebagian dari kita mungkin sedang
 stress, kacau, galau, tidak percaya diri, ragu-ragu, rasanya nggak mati dan nggak hidup. Dan berakhir hidup jadi tidak tenang, padahal life must go on, kan?

Self healing atau proses penyembuhan diri umumnya dihubungkan dengan hal-hal yang terkait psikis/mental. Seperti trauma, luka masa lalu, inner child (sosok anak kecil yang masih melekat hingga kita dewasa), hingga mental issue  atau permasalahan mental. Seringkali kita tidak menyadari adanya mental issue dalam diri kita dan merasa seolah semua baik-baik saja. Padahal tidak?

Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman di Surah TaaHaa (20) : 74 yang artinya, “Sesungguhnya barangsiapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan berdosa, maka sungguh baginya adalah neraka Jahannam. Dia tidak mati di dalamnya, dan tidak pula hidup”. Itulah kondisi yang digambarkan Allah ketika kita menuju Allah dalam keadaan kotor, termasuk secara psikis. Tidak hidup dan tidak mati, seolah kebingungan mencari solusi untuk menenangkan hati.

Melakukan self healing bukan berarti kita sedang sakit mental, ya! Masih bingung? Ini salah satu contohnya. Tanpa sadar seringkali kita bersembunyi di balik figur orang lain. Mungkin awalnya semua terasa baik-baik saja, kita tumbuh sebagaimana orang lain menjalaninya. Hingga setelah dewasa kita tumbuh menjadi pribadi yang ragu-ragu. Ragu untuk membuat keputusan, ragu menyampaikan pendapat, takut gagal, serta takut dianggap buruk, yang semuanya terjadi di alam bawah sadar kita. Saat itulah kita seharusnya merasa tidak sedang baik-baik saja.

Perlu kelapangan hati untuk dapat menelusuri kembali gambaran perjalanan hidup kita. Ohh mungkin kita dulu tumbuh sebagai anak yang suka bersembunyi di balik figur orangtua. Merasa bangga menjadi anak dari Bapak Ibu kita yang luar biasa hebat, yang secara tidak sadar telah menjadikan beliau berdua sebagai tuhan, tuhan selain Allah. Setelah dewasa dan menikah, kita pun mulai beralih. Dari menuhankan Orangtua menuju ke pasangan (suami / istri). Dengan penuh kebanggaan, kita seringkali menyandarkan kebahagiaan bahkan rezeki pada pasangan. Perlahan tapi pasti, akhirnya muncul rasa tidak percaya pada diri sendiri, kecewa saat kenyataan tidak seindah harapan, hingga membuat hati tidak tenang. Saat itulah perlunya menyembuhkan diri (self healing).

Self healing dapat dilakukan melalui dua pendekatan. Pertama adalah melalui sisi keilmuan / medis, yang dapat ditempuh melalui konseling ke psikiater jika memerlukan obat, atau ke psikolog untuk berkonsultasi. Pendekatan kedua adalah melalui agama. Keduanya sama-sama perlu pembimbing dan konseling yang dilakukan secara kontinyu.

Baca juga : Self Love, Penerimaan Untuk Bisa Mencintai Diri

Dalam tulisan ini saya akan membahas tentang pendekatan melalui agama. Dengan masuk ke dalam wadah pengajian, dimana ada mursyid / guru / ustadz/ah yang membimbing, serta Al-Qur’an sebagai pedoman langkah dalam kehidupan sehari-hari. Setiap ada kejadian, buka Al-Qur’an secara acak sebagai petunjuk langkah, yang dilanjutkan dengan konsultasi kepada mursyid/guru yang membimbing, dalam mengambil setiap keputusan.

Satu per satu dengan ijinNya, mulai akan Allah tunjukkan melalui ayat-ayat yang kita buka, bahwa semua itu karena mindset kita yang salah, sehingga menciptakan tuhan-tuhan lain selain Allah. Kita tidak berjihad, tidak berhijrah, tidak sabar karena Allah. Maka mulailah berproses untuk merubah cara berpikir, bahwa "Kebahagiaan dan kehidupan yang saya jalani adalah tanggungjawab diri saya sendiri". Melalui Ibda’ binafsik, mulailah dari diri sendiri. Dan jadilah versi terbaik dari diri kita dengan Be Your Self, jangan ingin menjadi seperti orang lain. 

Dari situ insyaa Allah kita akan mulai memiliki rasa percaya diri namun tetap berusaha berendah hati, dan rasa ingin berjuang dengan kesiapan untuk menang atau kalah. Ketika kita berusaha dengan keras bagaimana mengenal Allah lebih dekat, maka dengan perlahan pula kita mulai mengenal diri sendiri, dan lambat laun menyadari POTENSI DIRI. Dengan tetap berendah hati, sadari bahwa potensi diri kita adalah pengetahuan yang berasal dari Allah. Dan kekurangan kita adalah proses perbaikan diri yang harus dijalani selama hidup melalui bimbingan Al-Qur’an, dan harus dilakukan secara istiqomah untuk berbenah.

So, semangat berproses, ya!

Related

Omong Kosong 8946105169833871676

Post a Comment

Hai, saya Nurul.
Terima kasih telah berkunjung dan berkomentar pada artikel ini. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup.
Salam hangat.

emo-but-icon

item