Cegah Perkawinan Usia Anak, DPR Sahkan UU Nomor 16 Tahun 2019

Cegah Perkawinan Usia Anak, DPR Sahkan UU Nomor 16 Tahun 2019 Perkawinan usia anak mungkin sudah tidak asing lagi bagi kita, bahkan di ...

Cegah Perkawinan Usia Anak, DPR Sahkan UU Nomor 16 Tahun 2019
Cegah Perkawinan Usia Anak, DPR Sahkan UU Nomor 16 Tahun 2019
Perkawinan usia anak mungkin sudah tidak asing lagi bagi kita, bahkan di daerah pedesaan sudah bukan hal aneh ketika kita jumpai seorang anak usia SMP telah menyandang gelar Nyonya. Hingga fenomena perkawinan usia anak seolah menjadi permakluman dalam masyarakat kita. Tapi tahukah kalian kalau Indonesia sedang mengalami DARURAT perkawinan usia anak? Yup, peringkat Indonesia terkait pernikahan usia anak menurut UNICEF di tahun 2018 berada di peringkat 7 dunia, sedangkan untuk wilayah ASEAN berada di peringkat ke-2. Atas dasar keprihatinan itulah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada Kamis, 5 Desember 2019 lalu bekerjasama dengan Jateng Pos mengadakan Dialog Pubik Pencegahan Perkawinan Usia Anak yang diselenggarakan di MG Setos Hotel Semarang.

Cegah Perkawinan Usia Anak, DPR Sahkan UU Nomor 16 Tahun 2019
Dialog Publik Pencegahan Perkawinan Usia Anak (5/12)

Dialog publik tersebut dihadiri langsung oleh Asisten Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat Kementerian PPPA sebagai keynote speaker dan dibuka oleh Hevearita Gunaryanti Rahayu selaku Wakil Walikota Semarang. 


Acara yang dihadiri oleh perwakilan berbagai lapisan masyarakat serta mahasiswa ini menghadirkan 3 orang pembicara yang kompeten di bidang masing-masing. Pembicara pertama yaitu Dra. Retno Sudewi, Apt, M.Si selaku Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Provinsi Jawa Tengah, memaparkan tentang pentingnya pencegahan perkawinan usia anak yang harus mulai disadari oleh seluruh lapisan masyarakat. Selanjutnya pemaparan disampaikan oleh Prof. Dr. Ismi Dwi Astuti, Pakar Gender dan Kebijakan Publik sekaligus Guru besar Universitas Sebelas Maret Surakarta yang menjelaskan secara gamblang faktor penyebab, dampak dan risiko hingga peran keluarga, masyarakat dan negara dalam pencegahan perkawinan usia anak. Sesi pemaparan ditutup oleh dr. Setya Dipayana, Sp.A, seorang pakar kesehatan anak sekaligus youtuber yang banyak menceritakan pengalaman beliau dalam menghadapi pasien akibat perkawinan anak. Tentunya berikut risiko dilihat dari segi kesehatan yang dapat mengancam nyawa.
 
Cegah Perkawinan Usia Anak, DPR Sahkan UU Nomor 16 Tahun 2019
Sambutan oleh Wakil Walikota Semarang
 
Sebenarnya apa sih, maksud dari perkawinan usia anak itu sendiri? Yaitu perkawinan yang terjadi sebelum anak berusia 18 tahun serta belum memiliki kematangan fisik, fisioligis dan psikologis untuk mempertanggungjawabkan pernikahan dan anak hasil pernikahan tersebut. Kabar gembira bagi kita semua bahwa DPR telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Dalam pasal 1 UU Nomor 7 / 1974 disebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai 16 (enam belas) tahun. Kini dalam UU Nomor 16 / 2019 pasal 7 ayat (1) dinyatakan bahwa perkawinan hanya diizinkan bila pihak pria dan wanita mencapai umur 19 (sembilan belas), dan perkawinan usia anak dapat dilaksanakan apabila mendapatkan persetujuan dispensasi dari pengadilan.

Diantara beberapa faktor penyebab perkawinan usia anak, Prof. Dr. Ismi Dwi Astuti menjelaskan bahwa yang terbesar adalah sebagai berikut :
1. Tingkat Pendidikan
Tak dipungkiri, menyelesaikan sekolah hingga wajib belajar 12 tahun bahkan menlanjutkan ke perguruan tinggi dapat melindungi anak (terutama perempuan) dari perkawinan usia anak. Tingkat pendidikan pada umumya sebanding dengan budaya literasi individu tersebut. Semakin terpapar wawasan pendidikan dengan budaya literasi yang baik, maka perkawinan usia anak semakin mudah untuk dicegah.

2. Kemiskinan
Kemiskinan dapat disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan. Penyebab lain dari adanya kemiskinan adalah hutang keluarga serta tingkat ekonomi yang secara tidak langsung dibebankan orang tua kepada anak (perempuan) yang dianggap sebagai aset, agar beban keluarga berkurang.

3. Budaya / Tradisi / Kepercayaan
Adanya budaya yang masih menganggap perempuan sebagai entitas yang harus diawasi, dilindungi dan diarahkan, sehingga perkawinan usia anak dianggap sebagai wadah yang sah bagi sebagian masyarakat untuk melindungi harkat dan martabat anak perempuan.

4. Kritik Sosial
Anggapan bahwa anak di atas 15 tahun yang belum menikah adalah aib keluarga, menyebabkan perkawinan menjadi pilihan jalan keluar dari kritik sosial tersebut.

5. Lain-lain
Diantaranya perjanjian antara orang tua ketika anak masih dalam kandungan, kemauan sendiri serta kehamilan yang tak dikehendaki.

Dengan terselenggaranya dialog publik ini, diharapkan seluruh lapisan masyarakat semakin memahami adanya dampak dan risiko besar yang diakibatkan perkawinan usia anak
  • BAGI IBU : Komplikasi pada kehamilan dan persalinan dini, putus sekolah, cemas dan depresi, kekerasan dalam rumah tangga hingga rentan tertular HIV / AIDS.
  • BAGI ANAK : Lahir prematur dan kurang gizi, kematian sebelum usia satu tahun dan kemungkinan besar juga akan menikah di usia anak.
Cegah Perkawinan Usia Anak, DPR Sahkan UU Nomor 16 Tahun 2019
dr. Setya Dipayana, Sp.A menjelaskan tentang risiko kesehatan
bagi pelaku perkawinan usia anak
Secara lebih spesifik, dr. Satya Dipayana, Sp.A merinci keterkaitan kesehatan reproduksi dengan perkawinan usia anak diantaranya :
  1. Anatomi yang belum siap (rahim, pembuluh darah dan organ lain)
  2. Panggul dalam masa pertumbuhan
  3. Obstructed labour
  4. Obstetric fistula (30%)
  5. Masalah psikis saat kehamilan yang berakibat pada masalah kesehatan bayi
  6. Penyakit kehamilan (eklampsi - pre eklampsi)
  7. Meningkatnya risiko kematian ibu
  8. Gangguan tumbuh kembang anak
Oleh karenanya, Dra. Retno Sudewi, Apt, M.Si menyampaikan sebagai usaha meminimalisir perkawinan usia anak, Kementerian PPPA Provinsi Jawa Tengah mencanangkan Provinsi Jawa Tengah menuju Layak Anak (Provila) pada tahun 2020 untuk memastikan seluruh anak di Jawa Tengah terindungi dan terpenuhi haknya melalui strategi Kabupaten / Kota Layak Anak. Dimana salah satu indikator yang digunakan adalah jumlah penurunan perkawinan usia anak. Keberhasilan program tersebut telah ditunjukkan dengan data terakhir di bulan Desember 2019 ini hanya tinggal 3 Kabupaten, yaitu Wonogiri, Purbalingga dan Banjarnegara yang belum memenuhi Kabupaten / Kota Layak Anak tersebut.
Cegah Perkawinan Usia Anak, DPR Sahkan UU Nomor 16 Tahun 2019
Jateng Pos selaku mitra penyelenggara

Related

Pendidikan Anak 4987457563249418600

Post a Comment

Hai, saya Nurul.
Terima kasih telah berkunjung dan berkomentar pada artikel ini. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup.
Salam hangat.

emo-but-icon

item