Seni Mendapatkan Hati Anak

Seni Mendapatkan Hati Anak Dalam pendidikan adab dan sopan santun, anak-anak diajarkan al-adabu qoblal ilmu,  adab sebelum ilmu. Yang dianta...

Seni Mendapatkan Hati Anak
Seni Mendapatkan Hati Anak

Dalam pendidikan adab dan sopan santun, anak-anak diajarkan al-adabu qoblal ilmu, adab sebelum ilmu. Yang diantaranya terwujud melalui tindakan patuh kepada orang tua, bersikap sopan dan menghormatinya. Orangtua pun akan merasa bahagia ketika anak mereka sopan, hormat dan mudah di arahkan, atau penurut. Bahkan tak jarang slentingan orang sekitar yang beranggapan, "Wah! anaknya manut banget sama Ibu Bapaknya." atau, "Enak ya, anakmu penurut. Sementara anakku kalau diatur susahnya minta ampun!" 

Tapi pernah kepikiran nggak, sih. Anak kita nurut itu karena sadar dan paham, atau karena takut dan terpaksa? Terlebih ketika dihadapkan dengan si pra remaja. Jangan-jangan mereka nurut karena males ribut? 

Yah, idealnya orangtua bisa menjadi tempat ternyaman bagi anak. Bebas curhat ini itu, juga mengemukakan pendapatnya. Tapi hidup kan tidak semudah itu, Ferguso! Hahahh.. Kita sebagai orangtua harus terlebih dulu bisa mendapatkan hati dan kepercayaannya. Dengan begitu, mudah-mudahan mereka lebih lapang dalam menerima setiap masukan yang kita berikan, serta dengan nyaman menceritakan segala permasalahan.

Jadi, gimana cara mendapatkan hati anak? Sudah pasti tidak ada rumus mutlak atau pakem untuk hal yang satu ini, karena mendidik anak itu perlu seni. Sebagaimana setiap rumah tangga memiliki tips harmonisnya masing-masing, dalam mendidik anak pun memerlukan banyak referensi hingga dapat menemukan ramuan kita sendiri. Yes, it's a taylor made! Maka, tulisan ini hanyalah referensi sependek pengalaman yang pernah saya jalani tentang Seni Mendapatkan Hati Anak, khususnya bagi si Pra Remaja.
"Pra Remaja adalah usia 10 sampai dengan 15 tahun, yang merupakan peralihan dari masa anak-anak menuju tahapan sebelum dewasa."
Menurut laman resmi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, sardjito.co.id, Pra Remaja adalah usia 10 sampai dengan 15 tahun, yang merupakan peralihan dari masa anak-anak menuju tahapan sebelum dewasa. Pra remaja memiliki karakteristik yang khas, seperti :
  • Menolak tokoh otoriter;
  • Mulai membutuhkan privasi;
  • Perkembangan intelegensia (kritis, logis, rasa keadilan);
  • Perkembangan emosi (sensitif, bersifat negatif, temperamental);
  • Perkembangan moral (rasa diterima, dihargai, dipahami, penilaian positif dari orang lain);
  • Perkembangan sosial (minat, hobi, sikap).
Gimana? Udah kebayang betapa berat perjuangan kita untuk mengambil hati pra remaja? Yok bisa yok!


Menjadi Orangtua Kreatif

Demi menjaga tingkat kewarasan pembaca, tulisan ini hanya akan membahas poin pertama, yaitu menjadi orangtua kreatif. Poin dua dan tiga akan dijelaskan pada artikel berikutnya, ya!

Menjadi orangtua kreatif artinya kita harus siap menjadi orangtua pembelajar. Ungkapan, "Jaman Mama dulu...", "Waktu Ayah kecil dulu....", beserta saudara-saudaranya harus terlebih dulu disingkirkan dari pola pikir kita. Sadari bahwa jaman telah berubah, dan kita pun tidak bisa memaksakan pola didikan dengan cara-cara lama. Penerapan orangtua kratif diantaranya dapat dilakukan melalui tiga hal berikut ini :

1. Rules is the key

Ya, jangan sampai rumah kita dibiarkan tanpa aturan. Apakah jaman kecil kita dulu ada aturan-aturan? Sebagian mungkin iya, sisanya ya bebas-bebas aja. Aturan dalam rumah ini akan menjadi pedoman yang ditaati oleh seluruh anggota keluarga. Ingat ya, seluruh anggota keluarga. Artinya bukan anak saja. Terlebih ketika menghadapi pra remaja yang kritis dan sedang tumbuh rasa keadilannya, siap-siap aja diprotes jika menerapkan aturan hanya untuk si anak. Pasti mereka akan berpikir, "Enak banget jadi orangtua, bisa ngatur-ngatur.." Hehe..

Lantas, aturan seperti apa yang bisa diterapkan pada orang tua? Sesederhana membuat tabel dengan jabaran tugas dan tanggung jawab setiap anggota keluarga. Ayah, Bunda, Kakak, Adik, bahkan anggota keluarga yang lain jika ada. Di rumah kami, selain bertugas mencari nafkah dengan bekerja, Ayah juga terikat pada aturan harus menelepon atau video call minimal sekali sehari jika sedang ke luar kota. Jika sang Ayah lupa, konsekuensinya saat pulang membelikan makanan sesuai request anggota keluarga yang lain! Ya, sesimpel itu, jika dilakukan atas kesepakatan bersama, apalagi tertulis dan ditandatangani akan membuat anak tidak merasa dizalimi, alias fair enough. Seiring berjalannya waktu, tanpa hitam di atas putih pun, aturan yang dibuat akan berkembang menjadi kebiasaan. Habit dalam keluarga.

Jika kita telah memiliki aturan dan betul-betul diterapkan dalam keluarga, percayalah, banyaknya anak hanyalah angka. Nggak percaya? Masih kurang bukti apa dari Keluarga Halilintar? Hahaha..

2. Deep Talking

Ngomongin deep talking, sepertinya sebagian besar orangtua saat ini telah sadar akan pentingnya bicara dari hati ke hati dengan si buah hati, apalagi pra remaja. Deep talking tidak melulu tentang membicarakan hal serius di momen yang serius, tapi bisa berupa obrolan-obrolan kecil dimana kita dapat menggali apa yang ada dalam hati dan pemikiran mereka. Seperti, "Apa yang membuatmu bangga pada Ayah/Bunda?", "Sebutkan 3 hal yang nggak disukai dari Ayah!", atau "Adik ingin Bunda yang seperti apa?". Jika anak masih susah menjawab, berikan jawaban pancingan, "Misal, aku pengin Bunda lebih sabar, aku pengin Bunda jangan suka ngomel duluan, dst...", barulah mungkin ada hal yang terpikirkan bagi mereka.

Yang perlu diperhatikan ketika melakukan deep talking ini adalah hindari pertanyaan-pertanyaan template atau terlalu global, seperti :
"Hari ini sekolahnya gimana?" ---- gimana itu adalah sesuatu yang abstrak. Plus, bosen juga kali yang denger. Hehehe..
"Tadi di sekolah nakal, nggak?" ---- anak akan bingung dengan definisi 'nakal'
Gantilah dengan pertanyaan yang lebih spesifik, contohnya "Apa yang bikin Adik senang hari ini?", "Waktu fun time tadi main apa? Seru nggak?"
Lagi-lagi, perlu kreatifitas dan mau terus belajar.


3. Games

Ah, anak pra remaja mana mau diajak main game sama Ibunya? Eits, jangan salah. Banyak permainan yang justru makin seru jika kita mau sedikit usaha untuk mengeluarkan kreatifitas. Cobalah bermain monopoly, UNO kartu, catur, ABC lima dasar, dengan memberikan sebuah tema.

Contohnya, bermain UNO dengan tema 'Ayah'. Jadi, setiap orang yang mendapat giliran menaruh kartu, harus menyebutkan satu fakta tentang ayah, termasuk si ayah sendiri. Boleh hal baik atau buruk, asalkan fakta. Misalnya, suka ngajak jalan-jalan, malas mandi, suka lembur, dll. Begitu sampai habis satu putaran. Putaran berikutnya ganti tema, bisa Bunda, Kakak, Tempat traveling idaman, impian, atau hal-hal seru lainnya. Dijamin permainan akan semakin seru, kita pun bisa mengorek pemikiran dan keinginan dari masing-masing anggota keluarga. 

Dengan cara seperti ini, kita jadi lebih tau apa yang dipikirikan satu sama lain, keinginan satu sama lain, juga mengajarkan kebesaran hati untuk bisa menyebutkan fakta baik dan buruk tentang diri kita sendiri. Tentu tujuannya adalah memperkuat ikatan dalam keluarga.

Sekian tulisan kali ini. Seni mendapatkan hati anak yang kedua dan ketiga akan kita lanjutkan di artikel berikutnya, ya. Happy learning, Parents!

Related

Tips 8477314342180308288

Post a Comment

Hai, saya Nurul.
Terima kasih telah berkunjung dan berkomentar pada artikel ini. Mohon untuk tidak meninggalkan link hidup.
Salam hangat.

emo-but-icon

item